Hantu fall in love

Hantu fall in love
Breaking News
Loading...
Sunday 3 May 2015

Open your heart for me part 4

00:38
Yaps lanjutan cerbung open your heart for me part 4 come! Sorry buat EYD, buat typo yang terselip di mana-mana, buat pemilihan katanya yang tidak tepat.



Happy reading!!


Jangan lupa untuk berkunjung ke sini: nurdiana.web.id


Open your heart for me part 4

***


Pelangi itu indah, banyak orang berkata. Tapi di mataku biasa saja, aku tak menganggap pelangi indah semenjak dia -lupus- hadis sebagai sahabatku. Matahari pun sama dia seperti musuh bagiku kala ia memancarkan sinarnya. Kami tak bisa bersahabat!.

Siang terik. Di atas sana sepertinya sang surya sedang mengolok-ngolok Ify karena Ify hanya berdiam diri di kamarnya, melamun bersama sang diary yang di genggamnya. Bukannya keluar menikmati ke cerahan hari ini, hang out bersama teman-temannya, pergi ke mall atau sekedar jalan-jalan di taman.

Ify memangang diary orange di tanganya. Diary ini diary yang menemaninya sejak lama, mendengarkan keluh kesahnya, menjadi saksi bahwa Ify sakit hati akan keputusan takdir menghadirkan lupus ke dalam cerita hidupnya. Melihat semua isak tangis Ify dalam diamnya.

Ry.
Mungkin gak sih ini berakhir?
Kalau berakhir kapan waktu itu datang?
Kapan gue bisa bertemu akhir itu?
Gue capek, capek banget.
Gue pengen tidur tanpa harus bangun lagi.
Biar gue gak ngerasain gimana rasa sakit hati, gimana rasa takut dan resah menghadapi hari esok.
Ry.
Apa sosok kana dalam bentuk pria-novel the truth about forever- benar-benar ada?
Apa gue bisa menemukannya di antara miliaran pria yang bernapa s di bumi ini?
Gue takut. Sosok itu hanya sekedar imajinasi, dan tak benar-benar ada di dunia nyata ini.

Ify menghela nafas, memandang ke luar jendela, setelah menulis beberapa deretan kata barusan, ada sedukit kelegaan. Menulis, mencurahkan isi hatinya pada diary orange hadiah dari mamanya dua tahun yang lalu membuat hatinya selalu tenang. Pandangannya tertuju pada sepasang burung merpati yang terlihat serasi sedang bercengkrama di ranting pohon Mangga tepat di depan jendelanya.


"Bahkan merpatipun berpasanga, apa gue juga bisa?" Ify bergumam. Seandainya Ify di takdirkan menjadi merpati itu, apa lupus akan hadir dalam ceritanya? Tentu saja tidak. Itu adalah pertanyaan knyol sedunia. Kadang hidup tak puas rasanya jika tak bersyukut, sama halnya dengan Ify. Pertanyaan tadi menggambarkan Ify yang tak bisa bersyukur. Sedandainya ia jadi merpati itu sekarang ini, belum tentu ia tak akan mempertanyakan nasibnya mengapa menjadi merpati.


***

Pagi ini sekolah masih terlihat sepi. Rio melangkah dengan gontai menuju kelasnya. Tetapi langkahnya terhenti saat melewati kelas XII IPA 3, pemandangan di dalamnya membuat kaki Rio berhenti sejenak memperhatikan sosok gadis yang akhir-akhir ini membuat kinerja otaknya menjadi sibuk karena terus saja memkirkan satu nama, Ify. Melihat tanpa berani menyapa, karena takut hatinya menjadi korban ke cuekkan Ify. Rio yakin pasti Ify tak menyadari kehadirannya, gadis itu asyik membaca novel. Diam-diam Rio tersenyum bagaimana mungkin pria normal seperti dirinya tak menyukai gadis itu, secara fisik Ify mendekati sempurna. Cantik dan pasti tak hanya wajah melainkan hati nya pun cantik.

"Rio, ngapain di sini?" sebuah suara membuat Rio menoleh. Seorang gadis berpipi chubby yang Rio ketahui bernama Sivia menyapanya.

Rio menggaruk tengkuk, bingung dengan jawaban apa yang akan di berikan pada gadis ini. Sivia mencoba melirik kedalam kelasnya, hanya ada Ify seorang diri. Apa mungkin tadi Rio memperhatikan Ify?

"Merhatiin Ify?" Sivia bertanya penasaran. Rio tersenyum kikuk.

"Mungkin. Karena gue masih normal buat merhatiin meja sama bangku yang ada di dalam kelas lo" kata Rio berlalu pergi begitu saja. Sivia mengangkat bahu.

"Aneh" komentarnya. Lalu ia melangkahkan kakinya masuk ke dalam kelas.

"Rio tadi merhatiin lo di depan kelas" kata Sivia tanpa basa-basi. Membuat Ify menghentikkan aktifitas membaca novel -andai engkou tahu- dan mentapa Sivia.

Sivia sendiri sudah meletakkan tasnya di bangku tepat di sebelah Ify. Duduk manis melirik sebentar novel Ify. Tidak aneh gadis pecinta novel ini sudah membawa novel yang berbeda dari hari sebelumnya.

"Rio?" tanya Ify, membuat Sivia mengangguk.

"Merhatiin gue?" tanyanya lagi. Sivia mendengus.

"Bukan. Merhatiin sepatu keds lo" jawab Sivia. Ify tertawa.

"Gue tahu kok" jawaban Ify membuat Sivia melongo. Tahu? Kenapa gak di sapa? Ckck

"Tahu? Kenapa gak di sapa?" Sivia bertanya penasaran.

"Ngapain? Gue gak tega lihat tampangnya nanti kalau ketahuan lagi merhatiin gue" kata Ify kembali membaca novel.

"Sampai kapan lo kayak gini?" pertanyaan Sivia membuat Ify kembali menghentikkan aktifitas membaca novel nya. Ia memusatkan pandangannya pada papan tulis, menerawang.

"Sampai takdir menghadirkan sosok kana dalam wujud pria ke kehidupan gue" kata Ify.

"Bunuh rasa takut lo itu, lo pantes bahagia. Sosok kana itu ada dan mungkin sekarang sedang menunggu lo membuka gembok hati lo" kata Sivia.

"Hati gue belum mengijinkan siapapun masuk menempati ruangannya. Gue belum siap untuk sakit hati. Biarkan ini mengalir begini aja" perkataan Ify membuat Sivia menghela napas pasrah. Jawaban yang sama ketika mendiskusikan tentang ini, tapi Sivia mengerti, mengerti jika sahabatnya ini ketakutan, ketakutan menghadapi cinta.


***


"Kamu sudah punya pacar?"

"Belum dok"

"Saya sarankan, maaf sebelumnya, kamu harus pandai memilih calon pacar atau mungkin suatu saat nanti jika sudah waktunya kamu dewasa dan menikah calon suami kamu harus benar-benar menerima keadaan kamu, menerima bahwa kamu tak sendirian tetapi ada lupus yang berdampingan dengan mu" 

"Demi kesehatan kamu, ada baiknya nanti kalau sudah berkeluarga kamu tidak di anjurkan memiliki anak. Bukan tidak boleh tetapi ini sangat berhubungan dengan kesehatan kamu" 

"A.. Apa.. Maksud dokter dengan tidak di anjurkan memiliki anak?"

"Saudara saya sama seperti kami menderita penyakit ini, dan pada waktu keadaannya kembali drop setelah melahirkan"

pernyataan dari dokter tadi saat chek-up menampar begitu keras hati Ify, sakit. Sakit mendapati kenyataan seperti itu.

Ya tuhan, apalagi ini? Setelah kenyataan harus berobat seumur hidup dan sekarang kenyataan bahwa tidak di anjurkannya memiliki anak juga harus Ify terima.

Ify menangis terduduk lemas di lantai, bahunya bergetar hebat. Dadanya sakit, kenyataan ini terlalu pahit, bagaimanapun juga seorang wanita akan merasa tidak sempurna jika tak bisa mempunyai anak.
Tadi setelah pulang chek-up, Ify langsung mengurung diri di kamar, mengunci rapat-rapat pintu kamar dan menangis sekencang-kencangnya di pojok kamar dekat jendela, memeluk lututnya erat menyalurkan semua kesedihannya.

"Hiks.. Hiks.. Kenapa? Kenapa takdir kejam banget sama gue?" Ify meracau tak jelas, pipinya sudah basah, air matanya tak bisa di hentikkan. Ini terlalu menyakitkan lebih sakit saat sendinya ngilu karena lupusnya kambuh.

Semua isi kamar Ify menjadi saksi bahwa sekali lagi Ify benar-benar kecewa pada takdir yang tuhan gariskan untuknya. Ia ingin berteriak, ia ingin waktu berhenti berputar saat ini juga, jika boleh Ify ingin tuhan segera mencabut nyawanya.

Hari esok masih rahasia.
Tetapi seperti sudah terlihat gelap, sedikitpun cahaya tak terlihat di sana.
Waktu dan takdir berteriak meminta ku untuk bersabar. Hanya saja sangat sulit untuk di lakukan.

***

"Sendirian?" tanya sebuah suara, membuat Ify mendongak. Rio.

Saat ingin pergi ke toile, Rio tak sengaja menangkap sosok Ify duduk di bangku tepatnya di bawah pohon Akasia seperti dahulu saat Rio mendapati Ify dan kedua sahabatnya menonton pertandingan basket di sini.

Gadis ini terlihat melamun, menatap kosong ke depan, ke lapangan memperhatikan teman-temannya yang sedang berolahraga. Fakta tentang Ify yang mengidap lupus membuat Rio mengerti mengapa Ify ada di sini tak ikut berolahraga dan malah duduk sendirian di sini. Ify menghindari sinar matahari.

"Seperti yang lo lihat" jawab Ify pendek. Rio mengangguk-ngangguk kemudian bukannya pergi dan kembali ke kelas ia malah duduk di samping Ify, membuat Ify mengernyit.

"Enak ya gak ikutan olahraga, gak ikut panas-panasan sama yang lainnya" komentar Rio. Dia juga mengikuti arah pandangan Ify.

"Sayangnya gue gak berpikiran seperti itu, gue malahan pangen olahraga, tapi keadaan gak mengijinkan"kata Ify. Rio mengerti maksud Ify.

"Kenapa?" Rio bertanya seperti orang penasaran.

"Ada hal yang gak bisa gue bagi sama lo" kata Ify cukup membuat Rio terdiam.

"Ify, apa gue bisa mengenal lo bukan cuma sekedar tahu kalau nama lo Ify kelas XII 3?" pertanyaan Rio membuat Ify tersentak kaget. Ia menatap Rio yang juga sedang menatapnya.
Deg.. Jantungnya tiba-tiba sja berdetak saat matanya menatap mata hitam milik Rio. Buru-bur Ify mengalihkan pandangannya.

"Maaf, gue ke toilet sebentar" Ify buru-buru bangkit tak menghiraukan pertanyaan Rio. Rio menghela napas, memperhatikan punggung Ify yang semakin mengecil. Apa Ify tak ingin di kenal olehnya? Kenapa gadis itu seolah-olah tak membiarkan satu orang pun laki-laki untuk masuk ke kehidupannya.

Apa berjuang menjadi suatu keharusan bagi Rio saat ini? Berjuang mendapatkan hati Ify, menyelami hati tersebut dengan caranya? Menggenggamnya kuat tak untuk di lepaskan? Berjuang masuk ke kehidupan Ify menjadi bagian dari cerita gadis bermata dingin itu?

0 comments:

Post a Comment

 
Toggle Footer